Selasa, 03 Desember 2013

Amerika Sang Teroris Sesungguhnya?

 

Amerika selama bertahun tahun gencar memusuhi Islam dan kaum Muslimin  melalui berita, informasi, dan berbagai produk media. Berbagai cara ditempuhnya, sekalipun demi tercapainya  sebuah tujuan mesti dilakukan dengan kebohongan, tak dipedulikan. Baik itu dengan membesar-besarkan, yakni memberitakan fakta yang memang ada, namun disajikan lebih besar, lebih dramatis. .
Bahkan bisa  saja AS memberitakan sesuatu yang tidak pernah ada menjadi seolah-olah ada. Misalnya tentang senjata pemusnah massal milik Saddam Hussein yang tidak pernah terbukti ada dan hanya merupakan karangan George W Bush dibantu kaki tangan dan  media yang mendukungnya. Tujuannya tak lain untuk memberikan legitimasi atas tindakan invasi ke Irak pada tahun 2003.
Hasilnya, dengan kekuatan global dan jaringan media yang dimiliki, dalam waktu singkat AS telah berhasil mengontrol opini publik bahwa “terorisme” yang sejak dulu dipahami sebagain tindakan kriminal, tiba-tiba berubah wajah: terorisme seolah hanya identik dengan perbuatan Islam militan.
Propaganda perang melawan terorisme akhirnya berkembang sejalan dengan upaya-upaya sistematis menyudutkan Islam. Islam menjadi kambing hitam untuk semua persoalan teror di muka bumi. Publik seolah tidak lagi kritis dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana: Siapakah yang memulai Perang Dunia I? Siapakah yang membunuh sekitar 20 juta penduduk Aborigin di Australia? Siapa yang mengirim bom di Nagasaki dan Hiroshima? Siapakah yang menjadikan 180 juta orang Afrika sebagai budak dan ketika 88% dari mereka mati melemparkan ke Samudera Atlantik? Apakah pelakunya umat Islam? Tidak! Inilah bukti keberhasilan propaganda AS dan sekutunya mengontrol definisi “terorisme”. Jika seorang nonmuslim melakukan tindakan buruk. Itu adalah perbuatan kriminal. Jika ia menggunakan senjata, maka ia adalah kriminal bersenjata. Namun, jika orang Islam melakukan tindakan sama, di mata media, ia adalah teroris.
Padahal sepanjang sejarah kemanusiaan,  teroris yang sesungguhnya adalah justru Amerika sendiri. Lihat saja kekejaman rezim AS di negaranya sendiri (yang membantai warga Indian dan Negro), di Nagasaki dan Hiroshima,Vietnam, Palestina, Iran, Irak, Afrika Selatan, Chile, Afghanistan dan sebagainya.
Prof. Edward S. Herman, guru besar Pennsylvania University, membeberkan data dan fakta perilaku AS di muka bumi. Dalam The Real Terror Network (1982), ia mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan terorisme di AS. AS adalah pendukung rezim-rezim “teroris” Garcia di Guatemala, Pinoche di Chile, dan rezim apharteid di Afrika Selatan. Di tahun 1970-an, AS memasukkan PLO, Red Brigades, Cuba, Libya, sebagai teroris, tetapi rezim Afsel dan sekutu-sekutu AS di Amerika Latin tidak masuk dalam daftar. Padahal pada 4 Mei 1978, tentara Afsel membunuh lebih dari 600 penduduk di kamp pengungsi Kassinga Namibia. Sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Jumlah itu jauh lebih besar dari serangan PLO dan sebagainya. Teror yang dilakukan sekutu utama AS—Israel dan tokoh-tokohnya—juga sangat telanjang. Menachem Begin misalnya, adalah tokoh kelompok teroris Yahudi “Irgun” yang terkenal kebrutalannya dalam aksi pembantaian di Deir Yasin, 9 April 1948. PM Israel Arel Sharon dalam tayangan Panorama BBC, 17 Juni 2001, oleh Jaksa PBB Richard Goldstone dinyatakan harus diadili sebagai penjahat perang karena terbukti bertanggungjawab atas pembantaian ribuan pengungsi di Shabra-Satila tahun 1982 (Husaini, 2002: 121-122).
AS sendiri selalu menekankan jargon, menumpas teror = membela kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Padahal dirinya sendiri lah Sang Teroris, Pelanggar HAM yang berlaku sewenang-wenang dan kerap kali menghilangkan nyawa tak berdosa di banyak negara. 

Dengan membunuh ratusan ribu nyawa tak berdosa, AS menjadi Teroris terbesar di dunia yang memunculkan reaksi perlawanan umat dengan cara yang mereka mampu. Anehnya perlawanan tersebut oleh AS dijuluki dengan cap teroris yang dengannya menjadi halal untuk ditumpas dan dibinasakan. Dan memaksa dunia Islam melalui penguasanya harus memilih apakah dibelakang barisan AS atau bersama teroris.
Begitulah, Isu terorisme yang selama ini merebak sebenarnya bagian dari strategi licik ala barat (AS), sejatinya untuk memberangus kekuatan Islam dan memerangi syariat Islam. Semoga umat islam semakin sadar dan bangkit dari kealpaan selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar